Maksud Tauhid al-Uluhiyyah adalah kita
mentauhidkan Allah dalam peribadatan atau presentasi.
Allah SWT mengutus para rasul bertujuan menyeru manusia menerima Tauhid al-Uluhiyyah.
Allah SWT mengutus para rasul bertujuan menyeru manusia menerima Tauhid al-Uluhiyyah.
Firman-firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang berikut membuktikan hal tersebut:
وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tiada tuhan melainkan Aku, maka kamu sekalian harus menyembah Aku. (Surah Al-Anbiya ‘: 25)
ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا
الله واجتنبوا الطاغوت فمنهم من هدى الله ومنهم من حقت عليه الضلالة فسيروا
في الأرض فانظروا كيف كان عاقبة المكذبين
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada setiap umat itu seorang rasul (untuk menyerukan): Sembahlah Allah dan jauhilah Taghut. Maka di antara umat itu ada orang-orang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi ini dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul) (Surah An-Nahl: 36)
ولقد أرسلنا نوحا إلى قومه فقال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره أفلا تتقون
Dan sesungguhnya Aku telah mengutus Nuh (nabi) kepada kaumnya, lalu dia berkata (menyeru): Wahai kaumku, hendaklah kamu menyembah Allah, (karena) sesekali tiada tuhan selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa kepada Nya? (Surah Al-Mu’minun: 23)
وإلى عاد أخاهم هودا قال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره أفلا تتقون
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Ad saudara mereka Hud (nabi): Hai kaumku sembahlah Allah, sesekali tidak ada tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa kepada Nya (Surah Al ‘Araf: 65)
Cetusan rasa cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Menyembah atau beribadah kepada Allah dapat dilaksanakan apabila pecah rasa cinta yang suci kepada Allah dan rela (ikhlas) menundukkan diri serendah-rendahnya kepada-Nya. Seseorang hamba itu dianggap sedang menyembah Allah ketika dia menyerahkan seluruh jiwa raga kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, menempel ketentuan Allah, meminta (mengharap) serta memulang (menyerah) sesuatu hanya kepada Allah, berjinak-jinak dengan Allah dengan cara selalu mengingat-Nya, melaksanakan segala syariat Allah dan memelihara segala perlakuan (akhlak, perkataan dan sebagainya) menurut cara-cara yang diridhai Allah.
‘Ubudiyyah yang semakin bertambah
Pengertian ‘ubudiyyah (pengabdian) kepada Allah akan bertambah sebati dan hebat dampaknya dalam kehidupan manusia ketika semakin mendalam pengertian dan keinsafannya tentang fakta bahwa manusia itu terlalu fakir di hadapan Allah. Manusia selalu bergantung dan berhajat kepada Allah. Manusia tidak bisa terlupus dari kekuasaan dan pertolongan Allah meskipun sekejap.
Begitu juga dengan cinta atau kasih
(hubb) manusia kepada Allah dan rasa rendah diri (khudu ‘) manusia
kepada Allah yang akan bertambah kuat ketika semakin mantap ma’rifat dan
pemahamannya terhadap sifat-sifat Allah, Asma’ Allah al-Husna (sifat-
sifat Allah yang terpuji), kesempurnaan Allah dan kehebatan nikmat
kurnia Allah.
Semakin terisi telaga hati manusia
dengan pengertian ‘ubudiyyah terhadap Allah semakin bebaslah dia dari
belenggu’ ubudiyyah kepada selain Allah. Selanjutnya dia akan menjadi
seorang hamba yang benar-benar tulus dan ikhlas mengabdikan diri kepada
Allah. Itulah setinggi-tinggi derajat yang dapat dicapai oleh seseorang
insan.
Allah telah menjelaskan di dalam
al-Qur’an kondisi para rasul-Nya yang mulia dengan sifat-sifat
‘ubudiyyah di tingkat yang tinggi. Allah telah melukiskan rasa
‘ubudiyyah Rasulullah SAW pada malam saat wahyu diturunkan, ketika
beliau berda’wah dan saat beliau mengalami peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. “(Surah An-Najm: 10)
Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. “(Surah An-Najm: 10)
Dan ketika berdiri hamba-Nya (Muhammad)
untuk menyembah-Nya (ibadah), hampir saja jin-jin itu mendesak
mengerumuninya. “(Surah Al-Jin: 19)
Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al
Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Surah al
Isra ‘: 1)
Tauhid al-Rububiyyah menghubungkan Tauhid al-Uluhiyyah
Seperti yang telah disebutkan di atas,
Tauhid al-Rububiyyah adalah mengakui keesaan Allah sebagai Rabb, Tuan,
Penguasa, Pencipta dan Pengurnia secara mutlak. Tidak ada sekutu
bagi-Nya di dalam Rububiyyah.
Sesungguhnya kesediaan dan kesiapan
manusia mentauhidkan Allah dari segi Rububiyyah dengan segala
pengertiannya akan menghubung atau menyebabkan manusia mengakui Tauhid
al-Uluhiyyah yaitu mengesakan Allah dalam pengabdian. Secara spontan
pula manusia akan mengakui bahwa Allah saja layak disembah selain-Nya
tidak layak disembah walau dalam bentuk apapun.
Al-Quran terlebih dahulu memperingatkan
orang-orang musyrikin Quraisy agar mengakui Tauhid al-Rububiyyah. Ketika
mereka menerima Tauhid al-Rububiyyah dan bersungguh-sungguh
mengakuinya, maka terbinalah jembatan yang menghubungkan mereka dengan
Tauhid al-Uluhiyyah. Fakta ini jelas dan tidak dapat dicuai atau
diselindungkan lagi.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Apakah mereka mempersekutukan Allah
dengan berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu apapun?
Sedangkan berhala-berhala tersebut adalah buatan manusia. (Surah
Al-A’raf: 191)
Apakah (Allah) yang menciptakan segala
sesuatu itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka
mengapakah kamu tidak mengambilpengajaran?. (Surah An-Nahl: 17)
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan,
maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu serukan selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat,
walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu
merampas sesuatu dari mereka, tidak mereka dapat merebutnya kembali dari
lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pula yang
disembah. (Surah Al-Hajj: 73)
Ayat-ayat tersebut mengingatkan
orang-orang musyrikin tentang suatu fakta yang nyata yaitu
sembahan-sembahan mereka adalah lemah, bahkan tidak kuat untuk
menciptakan sesuatu bahkan seekor lalat. Jika lalat itu mengambil atau
merampas sesuatu daru mereka, maka mereka tidak berwenang untuk
mendapatkannya kembali. Ini menunjukkan betapa lemah yang meminta dan
lemah pula yang dipinta. Jadi akal yang sejahtera tidak bisa menerima
penyembahan selain Allah. Dalam peribadatan mereka tidak dapat
mempersekutukan sesuatu dengan Allah. Allah adalah al-Khaliq Yang Esa.
Selain-Nya adalah lemah dan dhaif belaka.
Tuhan-tuhan palsu yang tidak memiliki apa-apa
Al-Quran menghujah dan mengingatkan
orang-orang musyrikin bahwa apa yang mereka sembah selain Allah tidak
memiliki sebutir atom pun baik di bumi maupun di langit. Bahkan sembahan
mereka sama sekali tidak menyamai Allah meskipun sebesar zarah baik di
bumi maupun di langit.
Allah tidak memiliki apa-apa kebutuhan dengan tuhan-tuhan palsu yang mereka sembah. Jika mereka menyadari fakta ini, mereka akan merasakan kewajiban untuk beribadah dengan ikhlas kepada Allah semata-mata.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Katakanlah: Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak memiliki satu saham pun dalam penciptaan langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. “(Surah Saba ‘: 22)
Allah tidak memiliki apa-apa kebutuhan dengan tuhan-tuhan palsu yang mereka sembah. Jika mereka menyadari fakta ini, mereka akan merasakan kewajiban untuk beribadah dengan ikhlas kepada Allah semata-mata.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Katakanlah: Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak memiliki satu saham pun dalam penciptaan langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. “(Surah Saba ‘: 22)
Al-Quran mengakui bahawa orang-orang
musyrikin mengakui sebagian dari Rububiyyah Allah seperti Allah itu
Pemilik langit dan bumi dan Allah itu Manajer kejadian-kejadian di
langit dan di bumi. Jika begitulah pengakuan mereka, seharusnya mereka
beriman dan menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?” (Surah Al-Mu’minun: 84)
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka Apakah kamu tidak ingat?” (Surah Al-Mu’minun: 85)
Katakanlah: “Siapakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya ‘Arsy yang besar?” (Surah Al-Mu’minun: 86)
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka Apakah kamu tidak bertakwa?” (Surah Al-Mu’minun: 87)
Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi
tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”
(Surah Al-Mu’minun: 88)
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.”
Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka dari jalan manakah kamu ditipu?”
(Surah Al-Mu’minun: 89)
Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran
[1018] kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang
yang berdusta. (Surah Al-Mu’minun: 90)
Sains dan aqidah tauhid
Penemuan-penemuan dalam bidang sains dan
teknologi mengenai alam buana, atom, manusia, tumbuh-tumbuhan dan
berbagai bidang industri telah berhasil menyingkap keindahan dan
ketelitian ciptaan Allah. Penemuan-penemuan dan desain-desain baru itu
menguatkan lagi ajaran aqidah tauhid dan meneguhkan lagi keimanan
orang-orang mukmin. Hasil-hasil penelitian itu menunjukkan kebesaran dan
luas kudrat serta ilmu Allah. Sesungguhnya di balik kehalusan ciptaan
dan keindahan sistem universal ini pasti ada Penciptanya Yang Maha Basar
dan Mahakuasa.
Peringkat tauhid Islam
Keseluruhan ajaran Islam berbasis
tauhid. Keseluruhan isi al-Quran melayang di atas tauhid. Isi ayat-ayat
al-Quran meliputi pengkhabaran tentang Allah, sifat Allah, kejadian
Allah, perbuatan Allah dan pemerintahan Allah.
Al-Qur’an membahas tentang al-amr
(perintah) dan anbiya ‘Allah (nabi-nabi Allah) karena keduanya ada
hubungannya dengan penciptaan dan kekuasaan Allah terhadap makhluk-Nya.
Al-Qur’an menerangkan segala bentuk
balasan baik (pahala) untuk mereka yang mentaati Allah, Rasul dan
syariat-Nya. Semua ini untuk mengajak mereka menegakkan Tauhid
al-Uluhiyyah dan Tauhid al-Rububiyyah.
Al-Qur’an menjelaskan segala bentuk
balasan siksa (dosa) untuk mereka yang tidak mematuhi syariat-Nya,
menceritakan tentang keadaan orang-orang zaman dahulu yang telah
mendurhakai Allah. Semua ini untuk menjelaskan bahwa manusia harus
kembali ke dasar tauhid dan ibadah kepada Allah.
Jadi tauhid adalah esensi atau dasar
Islam. Dari tauhid terpancar segala sistem, perintah, hukum dan
peraturan. Semua ibadah dan hukum dalam Islam bertujuan untuk menambah,
memahir, menguat dan memperkuat tauhid di dalam hati orang-orang mu’min.
Dengan tauhid seluruh dorongan manusia akan dibentuk
Dengan tauhid yang kuat, maka akan
terbentukkan berbagai dorongan yang ada dalam jiwa manusia. Dia akan
takut hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan berani mempertahankan
keyakinannya seperti yang dipersaksikan dalam sirah Rasulullah dan para
sahabat:
1. Rasulullah SAW pernah memerintahkan
Ali Radhiallahu’anhu agar tidur di atas tempat tidurnya sebelum beliau
keluar berhijrah ke Madinah, sedangkan musuh Islam begitu giat
mengintip. Namun Sayyidina Ali sanggup berbuat menurut perintah
Rasulullah SAW karena beliau yakin atas Kehendak dan Kekuasaan Allah.
2. Khalid Ibn al-Walid Radhiallahu’anhu
pernah mengalami banyak goresan dan luka pada badannya karena berperang
di jalan Allah. Namun dia tetap yakin dengan Kekuasaan Allah. Dia tetap
melanjutkan pertempuran melawan musuh.
3. Bilal bin Rabah Radhiallahu’anhu
sanggup diseret di padang pasir, dijemur di bawah panas matahari dan
disiksa dengan batu besar diletakkan di atas tubuhnya. Dia tetap
mempertahankan keimanannya.
Kini, banyak manusia yang kehilangan
keyakinan ini. Mereka masih yakin pada yang lain dari Allah. Mereka
takut kepada kegagalan, kepala, kematian dan sebagainya.
Oleh itu menjadi kewajiban bagi kader-kader Islam untuk mengembalikan manusia kepada keyakinan yang benar.
Syahadat bahawa Muhammad itu Rasulullah
Syahadat merupakan inti Islam yang
kedua. Syahadah ini menuntut manusia mengetahui, membenar dan menyakini
dengan akhir (dengan i’tiqad yang jazim serta pegangan yang putus) bahwa
Nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah serta membuktikannya dengan
perkataan dan perbuatan sekaligus.
Pembuktian dengan kata ialah mengucapkan
kalimat syahadat itu dengan lidah. Pembuktian dengan perbuatan adalah
menegakkan perilaku (tatasusila) dan seluruh tindak-tanduk yang sesuai
dengan ajaran Nabi Muhammad SAW serta menuruti jejak langkah beliau.
Para rasul menegakkan tauhid
Pada dasarnya pengutusan para rasul
bertujuan untuk mengesakan Allah dalam Tauhid al-Rububiyyah dan Tauhid
al-Uluhiyyah. Dialah Tuhan Rabb al-’Alamin dan Tuhan para Rasul
tersebut. Tiada tuhan yang sebenarnya melainkan Allah.
Tauhid al-Rububiyyah dan Tauhid
al-Uluhiyyah menjelaskan kekuasaan Allah yang Maha Suci dalam
administrasi urusan makhluk-Nya. Allah Pengurnia kemaslahatan dan
kebaikan. Allah Penentu al-amr (perintah). Allah-lah Pengutus ar-Rasul
untuk makhluk-Nya.
Manusia memerlukan rasul untuk mencapai kesempurnaan hidup
Tidak diragukan lagi untuk mencapai
kesempurnaan hidup, manusia bukan saja menghendaki untuk makanan,
pakaian, tempat berlindung dan kebutuhan-kebutuhan jasmani yang lain,
bahkan manusia juga menginginkan sesuatu untuk memenuhi tuntutan roh.
Dengan memenuhi tuntutan roh, manusia akan dapat mencapai taraf
kesempurnaan sebagai manusia yang mulia dan berbeda dengan
makhluk-makhluk yang lain.
Tugas para rasul adalah untuk
memberitahukan kepada manusia bahwa Allah adalah Penciptanya yang layak
disembah dan Dialah yang menempatkan manusia di atas jalan lurus (sirat
al-mustaqim). Dengan keyakinan ini barulah manusia dapat sampai ke jalan
kebahagiaan dan kesempurnaan nyata.
Manusia sendiri tidak dapat mengetahui
hal-hal ghaib tentang Pencipta dan sirat al-mustaqim dengan menggunakan
kudrat dan akalnya yang lemah. Manusia sering melakukan kesalahan. Untuk
memikirkan tentang Pencipta dan sirat al-mustaqim adalah di luar
kemampuan akal manusia. Jadi pengutusan para rasul Allah menunjukkan
kebijaksanaan-Nya dan merupakan rahmat yang paling besar untuk umat
manusia. Para rasul Allah ditunjuk dari golongan manusia sendiri
sehingga mereka dapat menggunakan kebiasaan dan bahasa yang dapat
dipahami oleh manusia. Selanjutnya menyampaikan ajaran Allah,
menjelaskan cara-cara untuk sampai kepada risalah-Nya dan menguraikan
cara mana untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sungguh tidak patut sikap manusia jika dia mengingkari Rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Dan mereka tidak menghormati Allah
dengan penghormatan yang tepat ketika mana mereka mengatakan: Allah
tidak menurunkan sesuatu pun untuk manusia.Katakanlah: Siapakah yang
menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan
petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas
yang bercerai-berai, kamu perlihatkan sebagian dan kamu sembunyikan
sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan
bapak-bapak kamu tidak mengetahui?. Katakanlah: Allahlah yang
menurunkannya, kemudian (sesudah kamu menyampaikan al Quran kepada
mereka) biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya (Surah
Al-An’am: 91)
Mengingkari kenabian Nabi Muhammad adalah kesalahan yang besar
Mengingkari kenabian Nabi Muhammad SAW
setelah nyata dalil-dalil tentang kebenaran dan kenabiannya berarti
rendah dan melemahkan akal manusia. Sikap seperti ini merupakan default
yang sangat buruk, kedegilan yang sangat tebal dan dosa yang sangat
besar. Allah akan membalas sikap sebegini dengan balasan pedih.
Menghukum kenabian Muhammad SAW
Seseorang tidak bisa mengklaim bahwa dia
nampak bintang-bintang di langit jika dia mengingkari keberadaan
matahari, sedangkan dia nampak matahari. Kalau dia mengaku dan percaya
juga, itu bertentangan dengan keimanannya terhadap apa yang dilihatnya.
Begitu juga seseorang tidak bisa beriman
kepada nabi-nabi lain jika dia tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW dan
mengingkari kenabiannya.
Menghukum kenabian Muhammad SAW berarti
menghukum juga kenabian seluruh para anbiya ‘Alaihissalam sebagaimana
yang tersebut di dalam al-Quran.
Jadi mengingkari perutusan setiap rasul
berarti membohongi sebagian dari apa yang terkandung di dalam al-Quran
dan mengingkari risalah Islam.
Dampak dan implikasi keimanan kepada Nabi Muhammad SAW
Mengimani Muhammad SAW sebagai Nabi dan
Rasulullah berarti mengimani secara mutlak dan sempurna bahwa segala hal
yang dibawa dan dikabarkan oleh beliau datang dari Allah Subhanahu Wa
Ta’ala. Implikasinya agar manusia wajib membenar dan mentaati segala
perintah dan larangan Nabi Muhammad SAW dengan penuh ridho dan ikhlas,
tanpa was-was, tanpa rasa keberatan, tanpa rasa sempit dan tanpa rasa
terpaksa.
Manusia harus taat sepenuhnya kepada
ajaran Nabi Muhammad SAW tanpa menimbulkan suasana berdebat, berdebat
dan berdiskusi, tampaknya ajaran itu datang dari seorang manusia biasa.
Beriman dengan Nabi Muhammad SAW tidak bisa sama sekali dengan cara
mempercayai atau mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian dari
ajarannya. Sikap seperti ini berlawanan dengan natijah yang seharusnya
lahir dari keimanan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Al-Quran sering menyatakan nas-nas yang
qat’i tentang implikasi keimanan kepada Nabi Muhammad saw. Firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala:
Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat (Surah Ali ‘Imran: 132)
Katakanlah: Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surah Ali
‘Imran: 31)
Katakanlah: Taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang kafir (QS Ali ‘Imran: 32)
Siapa yang menaati Rasul maka
sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling
dari ketaatan itu, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara
bagi mereka (Surah An-Nisa ‘: 80)
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin,
bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka, lalu mereka berkata: Kami dengar dan kami
patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (Surah An-Nur: 51)
Tidak dosa atas orang-orang yang buta
dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak
ikut berperang). Dan siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya
Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai dan siapa yang berpaling niscaya Dia akan mengazab kamu
dengan azab yang pedih. “(Surah Al-Fath: 17)
Apa saja jarahan yang diberikan Allah
kepada Rasul Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk
Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya
beredar di anara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apapun yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukuman Nya (QS Al Hasyr: 7)
Dan tidak patut bagi pria-pria mukmin
dan bagi perempuan-perempuan mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya
menetapkan suatu ketetapan, ada pilihan lain bagi mereka tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata “(Surah Al-Ahzab: 36)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Dan jika kamu
berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalilah kepada Allah dan
Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman dengan Allah dan Hari Akhirat.
Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya (Surah
An-Nisa ‘: 59)
Maka demi Tuhanmu, mereka (sebenarnya)
tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa sesuatu keberatan
terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima sepenuhnya.
“(Surah An-Nisa ‘: 65)
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul
di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang
lain. Sesungguhnya allah sudah mengetahui orang-orang yang memudar di
antaa kamu dengan berindung (kepada temannya). Maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpakan cobaan
atau ditimpakan azab yang pedih (QS An-Nur: 63)
Nas-nas seperti yang tersebut di atas
memang banyak di dalam al-Quran yang mengingatkan orang-orang beriman
akan kewajiban mereka setelah beriman kepada Muhammad SAW sebagai Nabi
dan Rasul. Antaranya:
1. Nas-nas itu menyuruh manusia mentaati
Nabi Muhammad SAW, karena taatkan beliau berarti taatkan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Balasan orang yang mentaatinya adalah surga
an-Na’im dan balasan orang sedang mengingkarinya adalah Neraka.
2. Nas-nas itu menjelaskan kepada
orang-orang mukmin bahwa beriman kepada Nabi Muhammad SAW berarti
mengikuti apa yang disuruhnya dan meninggalkan apa yang dilarangnya.
3. Nas-nas itu menyuruh orang Islam yang
beradu pendapat agar kembali kepada Allah dan Rasul-Nya serta redha
menuruti hukum Rasulullah SAW.
Hasilnya logis
Semua yang disebutkan dalam nash-nash
al-Quran di atas adalah natijah logis bagi seseorang yang beriman dengan
Nabi Muhammad SAW. serta menerima dengan rela akan kerasulannya. Suatu
hal yang bertentangan dan tidak diterima akal jika seseorang itu beriman
kepada Nabi Muhammad SAW tetapi menolak atau tidak menerima dengan rela
hati perkara yang dibawanya dengan alasan, misalnya, tidak sesuai
dengan sesuatu kepercayaan.
Umpama seorang yang telah menaruh
kepercayaan kepada seorang dokter ahli, sudah tentu dia menerima nasihat
dokter itu dan mengikuti cara pengobatannya. Dia akan mengikuti
cara-cara memakan obat dan segala pantang larangnya. Dia tidak bisa
menentang atau membahas kata-kata dokter itu. Jika kepatuhan dan
kerelaan seseorang pasien terhadap dokter adalah suatu yang dianggap
lumrah dan wajar, padahal dokter itu mungkin salah, maka bagaimana pula
sikap seseorang terhadap Rasulullah yang diutus oleh Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, sedangkan Rasulullah adalah penghulu bagi segala dokter?
Kewajiban terhadap Rasulullah SAW
Kewajiban seorang muslim terhadap
Rasulullah SAW adalah memungkinkan semua yang dibawanya, mematuhi segala
perintah dan meninggalkan segala larangannya. Seseorang muslim itu
harus menerima ajaran beliau dengan sempurna, ikhlas dan rela seperti
yang telah disebutkan.
Kewajiban-kewajiban lain adalah:
1. Mengasihi atau mencintai Rasulullah SAW lebih dari mengasihi atau mencintai diri, anak, istri, harta dan isi alam.
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: Tidak sempurna iman seseorang
kamu hingga dia sanggup membuat aku lebih dicintai daripada dirinya,
anaknya, hartanya dan manusia seluruhnya. “
Tanda manusia yang benar-benar mencintai
Rasulullah SAW adalah mengikuti beliau dengan penuh ikhlas. Dia segera
mengerjakan apa yang disukai atau dikasihi baginda. Itulah tanda-tanda
manusia yang benar-benar mencintai Rasulullah SAW. Firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala:
Mereka bersumpah kepada kamu dengan nama
Allah untuk mencari keredhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah
yang lebih patut mereka cari keredhaannya jika mereka itu adalah
orang-orang yang beriman (QS At-Taubah: 62)
2. Menghormati dan memuliakan Rasulullah
SAW apakah ketika beliau masih hidup atau telah wafat. Firman Allah
Subhanahu Wa Ta’ala:
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul
di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang
lain. Sesungguhnya allah telah mengetahui orang-orang yang memudar di
antaa kamu dengan berindung (kepada temannya). Maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpakan cobaan
atau ditimpakan azab yang pedih (QS An-Nur: 63)
Rasulullah SAW bukanlah seperti manusia
biasa. Beliau adalah Nabi dan Rasul. Rasulullah diutus untuk seluruh
manusia. Maka wajarlah manusia tumbuh dan memuliakan beliau sehingga
ketika memanggil beliau harus memanggil: “Ya Rasulullah”, “Ya
Nabiyullah”, “Ya Habibullah” dan sebagainya.
Antara cara menghormati dan memuliakan
Rasulullah SAW adalah tidak mendahului beliau saat berbicara dan tidak
meninggikan suara. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Hai orang-orang yang beriman janganlah
kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Surah
Al-Hujurat: 1)
Hai orang-orang yang beriman janganlah
kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi dan janganlah kamu
berkata kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana kerasnya suara
sebagian dari kamu kepada sebagian yang lain, sehingga tidak terhapus
pahala amalan kamusedangkan kamu tidak menyadarinya. (Surah Al-Hujurat:
2)
Sesungguhnya orang-orang merendahkan
suara di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati
mereka untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
“(Surah Al-Hujurat: 3)
Menghormati dan memuliakan Nabi harus
terus berlanjut sampai setelah wafatnya beliau. Seseorang Muslim tidak
boleh mengangkat suara di dalam Masjid an-Nabawi atau di sisi maqam
beliau. Seseorang muslim wajib sopan, rajin dan redha ketika mendengar
hadits beliau yang mulia. Seseorang muslim tidak akan menafi atau
menentang hadis beliau dengan pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran
yang karut dan menyesatkan. Jika seseorang muslim itu mendengar: “Qala
Rasulullah SAW (Sabda Rasulullah SAW)”, biarkan dia memahami bahawa sabda
beliau tidak boleh dibohongi oleh manusia. Jadi ia tidak akan ditentang,
bahkan harus didengar, dipahami dan diamalkan.
3. Keras menghindarkan apa-apa yang boleh menyakiti Rasulullah Nabi SAW apakah sedikit atau banyak. Menyakiti
Rasulullah SAW adalah haram dan berdosa. Bahkan, menyakitinya dapat
menyebabkan seseorang keluar dari Islam.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan
dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya) tetapi jika kamu
diundang, maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu
tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu
akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu
keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu
meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), mintalah
dari balik layar.
Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak dapat kamu menyakiti hati Rasulullah dan tidak pula menikahi isteri-isterinya sesudah ia wafat selamanya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar dosanya di sisi Allah (QS. Al Ahzab: 53)
Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak dapat kamu menyakiti hati Rasulullah dan tidak pula menikahi isteri-isterinya sesudah ia wafat selamanya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar dosanya di sisi Allah (QS. Al Ahzab: 53)
Di antara mereka (orang-orang munafik)
ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: Nabi mempercayai semua apa yang
didenganya. Katakanlah: Ia percaya semua yang baik bagi kamu, ia beriman
kepada Allah, percaya orang-orang mukmin dan menjadi rahmat bagi
orang-orang yang beriman di antara kamu. Dan orang-orang yang menyakiti
Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. “(Surah At-Taubah: 61)
Termasuk dalam pengertian menyakiti
Rasulullah SAW adalah penghinaan atau mencerca para istri beliau yang
mulia. Isteri-isteri Rasulullah adalah “Ibu Orang-Orang Yang Beriman”.
Begitu juga, dianggap menyakiti Rasulullah, jika seseorang menghina atau
mencerca “Ahl al-Bait” beliau.
4. Membaca salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمرا أن يكون لهم الخيرة من أمرهم ومن يعص الله ورسوله فقد ضل ضلالا مبينا)
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya
bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu
kepada Nabi dan ucaplah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (Surah
Al-Ahzab: 56)
———————-
No comments:
Post a Comment