Tauhid al-Uluhiyyah


Maksud Tauhid al-Uluhiyyah adalah kita mentauhidkan Allah dalam peribadatan atau presentasi.

Allah SWT mengutus para rasul bertujuan menyeru manusia menerima Tauhid al-Uluhiyyah.

Firman-firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang berikut membuktikan hal tersebut:

وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tiada tuhan melainkan Aku, maka kamu sekalian harus menyembah Aku. (Surah Al-Anbiya ‘: 25)

ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت فمنهم من هدى الله ومنهم من حقت عليه الضلالة فسيروا في الأرض فانظروا كيف كان عاقبة المكذبين

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada setiap umat itu seorang rasul (untuk menyerukan): Sembahlah Allah dan jauhilah Taghut. Maka di antara umat itu ada orang-orang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi ini dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul) (Surah An-Nahl: 36)

ولقد أرسلنا نوحا إلى قومه فقال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره أفلا تتقون

Dan sesungguhnya Aku telah mengutus Nuh (nabi) kepada kaumnya, lalu dia berkata (menyeru): Wahai kaumku, hendaklah kamu menyembah Allah, (karena) sesekali tiada tuhan selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa kepada Nya? (Surah Al-Mu’minun: 23)

وإلى عاد أخاهم هودا قال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره أفلا تتقون

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Ad saudara mereka Hud (nabi): Hai kaumku sembahlah Allah, sesekali tidak ada tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa kepada Nya (Surah Al ‘Araf: 65)

Cetusan rasa cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Menyembah atau beribadah kepada Allah dapat dilaksanakan apabila pecah rasa cinta yang suci kepada Allah dan rela (ikhlas) menundukkan diri serendah-rendahnya kepada-Nya. Seseorang hamba itu dianggap sedang menyembah Allah ketika dia menyerahkan seluruh jiwa raga kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Allah, menempel ketentuan Allah, meminta (mengharap) serta memulang (menyerah) sesuatu hanya kepada Allah, berjinak-jinak dengan Allah dengan cara selalu mengingat-Nya, melaksanakan segala syariat Allah dan memelihara segala perlakuan (akhlak, perkataan dan sebagainya) menurut cara-cara yang diridhai Allah.

‘Ubudiyyah yang semakin bertambah

Pengertian ‘ubudiyyah (pengabdian) kepada Allah akan bertambah sebati dan hebat dampaknya dalam kehidupan manusia ketika semakin mendalam pengertian dan keinsafannya tentang fakta bahwa manusia itu terlalu fakir di hadapan Allah. Manusia selalu bergantung dan berhajat kepada Allah. Manusia tidak bisa terlupus dari kekuasaan dan pertolongan Allah meskipun sekejap.
Begitu juga dengan cinta atau kasih (hubb) manusia kepada Allah dan rasa rendah diri (khudu ‘) manusia kepada Allah yang akan bertambah kuat ketika semakin mantap ma’rifat dan pemahamannya terhadap sifat-sifat Allah, Asma’ Allah al-Husna (sifat- sifat Allah yang terpuji), kesempurnaan Allah dan kehebatan nikmat kurnia Allah.

Semakin terisi telaga hati manusia dengan pengertian ‘ubudiyyah terhadap Allah semakin bebaslah dia dari belenggu’ ubudiyyah kepada selain Allah. Selanjutnya dia akan menjadi seorang hamba yang benar-benar tulus dan ikhlas mengabdikan diri kepada Allah. Itulah setinggi-tinggi derajat yang dapat dicapai oleh seseorang insan.

Allah telah menjelaskan di dalam al-Qur’an kondisi para rasul-Nya yang mulia dengan sifat-sifat ‘ubudiyyah di tingkat yang tinggi. Allah telah melukiskan rasa ‘ubudiyyah Rasulullah SAW pada malam saat wahyu diturunkan, ketika beliau berda’wah dan saat beliau mengalami peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. “(Surah An-Najm: 10)

Dan ketika berdiri hamba-Nya (Muhammad) untuk menyembah-Nya (ibadah), hampir saja jin-jin itu mendesak mengerumuninya. “(Surah Al-Jin: 19)
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Surah al Isra ‘: 1)

Tauhid al-Rububiyyah menghubungkan Tauhid al-Uluhiyyah

Seperti yang telah disebutkan di atas, Tauhid al-Rububiyyah adalah mengakui keesaan Allah sebagai Rabb, Tuan, Penguasa, Pencipta dan Pengurnia secara mutlak. Tidak ada sekutu bagi-Nya di dalam Rububiyyah.
Sesungguhnya kesediaan dan kesiapan manusia mentauhidkan Allah dari segi Rububiyyah dengan segala pengertiannya akan menghubung atau menyebabkan manusia mengakui Tauhid al-Uluhiyyah yaitu mengesakan Allah dalam pengabdian. Secara spontan pula manusia akan mengakui bahwa Allah saja layak disembah selain-Nya tidak layak disembah walau dalam bentuk apapun.

Al-Quran terlebih dahulu memperingatkan orang-orang musyrikin Quraisy agar mengakui Tauhid al-Rububiyyah. Ketika mereka menerima Tauhid al-Rububiyyah dan bersungguh-sungguh mengakuinya, maka terbinalah jembatan yang menghubungkan mereka dengan Tauhid al-Uluhiyyah. Fakta ini jelas dan tidak dapat dicuai atau diselindungkan lagi.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Apakah mereka mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu apapun? Sedangkan berhala-berhala tersebut adalah buatan manusia. (Surah Al-A’raf: 191)
Apakah (Allah) yang menciptakan segala sesuatu itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapakah kamu tidak mengambilpengajaran?. (Surah An-Nahl: 17)
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu serukan selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tidak mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pula yang disembah. (Surah Al-Hajj: 73)
Ayat-ayat tersebut mengingatkan orang-orang musyrikin tentang suatu fakta yang nyata yaitu sembahan-sembahan mereka adalah lemah, bahkan tidak kuat untuk menciptakan sesuatu bahkan seekor lalat. Jika lalat itu mengambil atau merampas sesuatu daru mereka, maka mereka tidak berwenang untuk mendapatkannya kembali. Ini menunjukkan betapa lemah yang meminta dan lemah pula yang dipinta. Jadi akal yang sejahtera tidak bisa menerima penyembahan selain Allah. Dalam peribadatan mereka tidak dapat mempersekutukan sesuatu dengan Allah. Allah adalah al-Khaliq Yang Esa. Selain-Nya adalah lemah dan dhaif belaka.

Tuhan-tuhan palsu yang tidak memiliki apa-apa

Al-Quran menghujah dan mengingatkan orang-orang musyrikin bahwa apa yang mereka sembah selain Allah tidak memiliki sebutir atom pun baik di bumi maupun di langit. Bahkan sembahan mereka sama sekali tidak menyamai Allah meskipun sebesar zarah baik di bumi maupun di langit.
Allah tidak memiliki apa-apa kebutuhan dengan tuhan-tuhan palsu yang mereka sembah. Jika mereka menyadari fakta ini, mereka akan merasakan kewajiban untuk beribadah dengan ikhlas kepada Allah semata-mata.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

Katakanlah: Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak memiliki satu saham pun dalam penciptaan langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. “(Surah Saba ‘: 22)

Al-Quran mengakui bahawa orang-orang musyrikin mengakui sebagian dari Rububiyyah Allah seperti Allah itu Pemilik langit dan bumi dan Allah itu Manajer kejadian-kejadian di langit dan di bumi. Jika begitulah pengakuan mereka, seharusnya mereka beriman dan menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?” (Surah Al-Mu’minun: 84)
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka Apakah kamu tidak ingat?” (Surah Al-Mu’minun: 85)
Katakanlah: “Siapakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya ‘Arsy yang besar?” (Surah Al-Mu’minun: 86)
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka Apakah kamu tidak bertakwa?” (Surah Al-Mu’minun: 87)
Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?” (Surah Al-Mu’minun: 88)
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (Surah Al-Mu’minun: 89)
Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran [1018] kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (Surah Al-Mu’minun: 90)

Sains dan aqidah tauhid

Penemuan-penemuan dalam bidang sains dan teknologi mengenai alam buana, atom, manusia, tumbuh-tumbuhan dan berbagai bidang industri telah berhasil menyingkap keindahan dan ketelitian ciptaan Allah. Penemuan-penemuan dan desain-desain baru itu menguatkan lagi ajaran aqidah tauhid dan meneguhkan lagi keimanan orang-orang mukmin. Hasil-hasil penelitian itu menunjukkan kebesaran dan luas kudrat serta ilmu Allah. Sesungguhnya di balik kehalusan ciptaan dan keindahan sistem universal ini pasti ada Penciptanya Yang Maha Basar dan Mahakuasa.

Peringkat tauhid Islam

Keseluruhan ajaran Islam berbasis tauhid. Keseluruhan isi al-Quran melayang di atas tauhid. Isi ayat-ayat al-Quran meliputi pengkhabaran tentang Allah, sifat Allah, kejadian Allah, perbuatan Allah dan pemerintahan Allah.
Al-Qur’an membahas tentang al-amr (perintah) dan anbiya ‘Allah (nabi-nabi Allah) karena keduanya ada hubungannya dengan penciptaan dan kekuasaan Allah terhadap makhluk-Nya.
Al-Qur’an menerangkan segala bentuk balasan baik (pahala) untuk mereka yang mentaati Allah, Rasul dan syariat-Nya. Semua ini untuk mengajak mereka menegakkan Tauhid al-Uluhiyyah dan Tauhid al-Rububiyyah.
Al-Qur’an menjelaskan segala bentuk balasan siksa (dosa) untuk mereka yang tidak mematuhi syariat-Nya, menceritakan tentang keadaan orang-orang zaman dahulu yang telah mendurhakai Allah. Semua ini untuk menjelaskan bahwa manusia harus kembali ke dasar tauhid dan ibadah kepada Allah.
Jadi tauhid adalah esensi atau dasar Islam. Dari tauhid terpancar segala sistem, perintah, hukum dan peraturan. Semua ibadah dan hukum dalam Islam bertujuan untuk menambah, memahir, menguat dan memperkuat tauhid di dalam hati orang-orang mu’min.
Dengan tauhid seluruh dorongan manusia akan dibentuk
Dengan tauhid yang kuat, maka akan terbentukkan berbagai dorongan yang ada dalam jiwa manusia. Dia akan takut hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan berani mempertahankan keyakinannya seperti yang dipersaksikan dalam sirah Rasulullah dan para sahabat:
1. Rasulullah SAW pernah memerintahkan Ali Radhiallahu’anhu agar tidur di atas tempat tidurnya sebelum beliau keluar berhijrah ke Madinah, sedangkan musuh Islam begitu giat mengintip. Namun Sayyidina Ali sanggup berbuat menurut perintah Rasulullah SAW karena beliau yakin atas Kehendak dan Kekuasaan Allah.
2. Khalid Ibn al-Walid Radhiallahu’anhu pernah mengalami banyak goresan dan luka pada badannya karena berperang di jalan Allah. Namun dia tetap yakin dengan Kekuasaan Allah. Dia tetap melanjutkan pertempuran melawan musuh.
3. Bilal bin Rabah Radhiallahu’anhu sanggup diseret di padang pasir, dijemur di bawah panas matahari dan disiksa dengan batu besar diletakkan di atas tubuhnya. Dia tetap mempertahankan keimanannya.
Kini, banyak manusia yang kehilangan keyakinan ini. Mereka masih yakin pada yang lain dari Allah. Mereka takut kepada kegagalan, kepala, kematian dan sebagainya.
Oleh itu menjadi kewajiban bagi kader-kader Islam untuk mengembalikan manusia kepada keyakinan yang benar.

Syahadat bahawa Muhammad itu Rasulullah

Syahadat merupakan inti Islam yang kedua. Syahadah ini menuntut manusia mengetahui, membenar dan menyakini dengan akhir (dengan i’tiqad yang jazim serta pegangan yang putus) bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah serta membuktikannya dengan perkataan dan perbuatan sekaligus.
Pembuktian dengan kata ialah mengucapkan kalimat syahadat itu dengan lidah. Pembuktian dengan perbuatan adalah menegakkan perilaku (tatasusila) dan seluruh tindak-tanduk yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW serta menuruti jejak langkah beliau.

Para rasul menegakkan tauhid

Pada dasarnya pengutusan para rasul bertujuan untuk mengesakan Allah dalam Tauhid al-Rububiyyah dan Tauhid al-Uluhiyyah. Dialah Tuhan Rabb al-’Alamin dan Tuhan para Rasul tersebut. Tiada tuhan yang sebenarnya melainkan Allah.
Tauhid al-Rububiyyah dan Tauhid al-Uluhiyyah menjelaskan kekuasaan Allah yang Maha Suci dalam administrasi urusan makhluk-Nya. Allah Pengurnia kemaslahatan dan kebaikan. Allah Penentu al-amr (perintah). Allah-lah Pengutus ar-Rasul untuk makhluk-Nya.

Manusia memerlukan rasul untuk mencapai kesempurnaan hidup

Tidak diragukan lagi untuk mencapai kesempurnaan hidup, manusia bukan saja menghendaki untuk makanan, pakaian, tempat berlindung dan kebutuhan-kebutuhan jasmani yang lain, bahkan manusia juga menginginkan sesuatu untuk memenuhi tuntutan roh. Dengan memenuhi tuntutan roh, manusia akan dapat mencapai taraf kesempurnaan sebagai manusia yang mulia dan berbeda dengan makhluk-makhluk yang lain.
Tugas para rasul adalah untuk memberitahukan kepada manusia bahwa Allah adalah Penciptanya yang layak disembah dan Dialah yang menempatkan manusia di atas jalan lurus (sirat al-mustaqim). Dengan keyakinan ini barulah manusia dapat sampai ke jalan kebahagiaan dan kesempurnaan nyata.
Manusia sendiri tidak dapat mengetahui hal-hal ghaib tentang Pencipta dan sirat al-mustaqim dengan menggunakan kudrat dan akalnya yang lemah. Manusia sering melakukan kesalahan. Untuk memikirkan tentang Pencipta dan sirat al-mustaqim adalah di luar kemampuan akal manusia. Jadi pengutusan para rasul Allah menunjukkan kebijaksanaan-Nya dan merupakan rahmat yang paling besar untuk umat manusia. Para rasul Allah ditunjuk dari golongan manusia sendiri sehingga mereka dapat menggunakan kebiasaan dan bahasa yang dapat dipahami oleh manusia. Selanjutnya menyampaikan ajaran Allah, menjelaskan cara-cara untuk sampai kepada risalah-Nya dan menguraikan cara mana untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sungguh tidak patut sikap manusia jika dia mengingkari Rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang tepat ketika mana mereka mengatakan: Allah tidak menurunkan sesuatu pun untuk manusia.Katakanlah: Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan sebagian dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui?. Katakanlah: Allahlah yang menurunkannya, kemudian (sesudah kamu menyampaikan al Quran kepada mereka) biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya (Surah Al-An’am: 91)

Mengingkari kenabian Nabi Muhammad adalah kesalahan yang besar

Mengingkari kenabian Nabi Muhammad SAW setelah nyata dalil-dalil tentang kebenaran dan kenabiannya berarti rendah dan melemahkan akal manusia. Sikap seperti ini merupakan default yang sangat buruk, kedegilan yang sangat tebal dan dosa yang sangat besar. Allah akan membalas sikap sebegini dengan balasan pedih.
Menghukum kenabian Muhammad SAW
Seseorang tidak bisa mengklaim bahwa dia nampak bintang-bintang di langit jika dia mengingkari keberadaan matahari, sedangkan dia nampak matahari. Kalau dia mengaku dan percaya juga, itu bertentangan dengan keimanannya terhadap apa yang dilihatnya.
Begitu juga seseorang tidak bisa beriman kepada nabi-nabi lain jika dia tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW dan mengingkari kenabiannya.
Menghukum kenabian Muhammad SAW berarti menghukum juga kenabian seluruh para anbiya ‘Alaihissalam sebagaimana yang tersebut di dalam al-Quran.
Jadi mengingkari perutusan setiap rasul berarti membohongi sebagian dari apa yang terkandung di dalam al-Quran dan mengingkari risalah Islam.

Dampak dan implikasi keimanan kepada Nabi Muhammad SAW

Mengimani Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasulullah berarti mengimani secara mutlak dan sempurna bahwa segala hal yang dibawa dan dikabarkan oleh beliau datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Implikasinya agar manusia wajib membenar dan mentaati segala perintah dan larangan Nabi Muhammad SAW dengan penuh ridho dan ikhlas, tanpa was-was, tanpa rasa keberatan, tanpa rasa sempit dan tanpa rasa terpaksa.

Manusia harus taat sepenuhnya kepada ajaran Nabi Muhammad SAW tanpa menimbulkan suasana berdebat, berdebat dan berdiskusi, tampaknya ajaran itu datang dari seorang manusia biasa. Beriman dengan Nabi Muhammad SAW tidak bisa sama sekali dengan cara mempercayai atau mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian dari ajarannya. Sikap seperti ini berlawanan dengan natijah yang seharusnya lahir dari keimanan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Al-Quran sering menyatakan nas-nas yang qat’i tentang implikasi keimanan kepada Nabi Muhammad saw. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat (Surah Ali ‘Imran: 132)
Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surah Ali ‘Imran: 31)
Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir (QS Ali ‘Imran: 32)

Siapa yang menaati Rasul maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling dari ketaatan itu, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (Surah An-Nisa ‘: 80)
Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, lalu mereka berkata: Kami dengar dan kami patuh. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (Surah An-Nur: 51)

Tidak dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Dan siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan siapa yang berpaling niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih. “(Surah Al-Fath: 17)

Apa saja jarahan yang diberikan Allah kepada Rasul Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di anara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apapun yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukuman Nya (QS Al Hasyr: 7)

Dan tidak patut bagi pria-pria mukmin dan bagi perempuan-perempuan mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan, ada pilihan lain bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata “(Surah Al-Ahzab: 36)

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Dan jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalilah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman dengan Allah dan Hari Akhirat. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya (Surah An-Nisa ‘: 59)

Maka demi Tuhanmu, mereka (sebenarnya) tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima sepenuhnya. “(Surah An-Nisa ‘: 65)

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain. Sesungguhnya allah sudah mengetahui orang-orang yang memudar di antaa kamu dengan berindung (kepada temannya). Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpakan cobaan atau ditimpakan azab yang pedih (QS An-Nur: 63)

Nas-nas seperti yang tersebut di atas memang banyak di dalam al-Quran yang mengingatkan orang-orang beriman akan kewajiban mereka setelah beriman kepada Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul. Antaranya:
1. Nas-nas itu menyuruh manusia mentaati Nabi Muhammad SAW, karena taatkan beliau berarti taatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Balasan orang yang mentaatinya adalah surga an-Na’im dan balasan orang sedang mengingkarinya adalah Neraka.
2. Nas-nas itu menjelaskan kepada orang-orang mukmin bahwa beriman kepada Nabi Muhammad SAW berarti mengikuti apa yang disuruhnya dan meninggalkan apa yang dilarangnya.
3. Nas-nas itu menyuruh orang Islam yang beradu pendapat agar kembali kepada Allah dan Rasul-Nya serta redha menuruti hukum Rasulullah SAW.

Hasilnya logis

Semua yang disebutkan dalam nash-nash al-Quran di atas adalah natijah logis bagi seseorang yang beriman dengan Nabi Muhammad SAW. serta menerima dengan rela akan kerasulannya. Suatu hal yang bertentangan dan tidak diterima akal jika seseorang itu beriman kepada Nabi Muhammad SAW tetapi menolak atau tidak menerima dengan rela hati perkara yang dibawanya dengan alasan, misalnya, tidak sesuai dengan sesuatu kepercayaan.

Umpama seorang yang telah menaruh kepercayaan kepada seorang dokter ahli, sudah tentu dia menerima nasihat dokter itu dan mengikuti cara pengobatannya. Dia akan mengikuti cara-cara memakan obat dan segala pantang larangnya. Dia tidak bisa menentang atau membahas kata-kata dokter itu. Jika kepatuhan dan kerelaan seseorang pasien terhadap dokter adalah suatu yang dianggap lumrah dan wajar, padahal dokter itu mungkin salah, maka bagaimana pula sikap seseorang terhadap Rasulullah yang diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan Rasulullah adalah penghulu bagi segala dokter?

Kewajiban terhadap Rasulullah SAW
Kewajiban seorang muslim terhadap Rasulullah SAW adalah memungkinkan semua yang dibawanya, mematuhi segala perintah dan meninggalkan segala larangannya. Seseorang muslim itu harus menerima ajaran beliau dengan sempurna, ikhlas dan rela seperti yang telah disebutkan.
Kewajiban-kewajiban lain adalah:

1. Mengasihi atau mencintai Rasulullah SAW lebih dari mengasihi atau mencintai diri, anak, istri, harta dan isi alam.
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: Tidak sempurna iman seseorang kamu hingga dia sanggup membuat aku lebih dicintai daripada dirinya, anaknya, hartanya dan manusia seluruhnya. “
Tanda manusia yang benar-benar mencintai Rasulullah SAW adalah mengikuti beliau dengan penuh ikhlas. Dia segera mengerjakan apa yang disukai atau dikasihi baginda. Itulah tanda-tanda manusia yang benar-benar mencintai Rasulullah SAW. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Mereka bersumpah kepada kamu dengan nama Allah untuk mencari keredhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keredhaannya jika mereka itu adalah orang-orang yang beriman (QS At-Taubah: 62)

2. Menghormati dan memuliakan Rasulullah SAW apakah ketika beliau masih hidup atau telah wafat. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain. Sesungguhnya allah telah mengetahui orang-orang yang memudar di antaa kamu dengan berindung (kepada temannya). Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpakan cobaan atau ditimpakan azab yang pedih (QS An-Nur: 63)

Rasulullah SAW bukanlah seperti manusia biasa. Beliau adalah Nabi dan Rasul. Rasulullah diutus untuk seluruh manusia. Maka wajarlah manusia tumbuh dan memuliakan beliau sehingga ketika memanggil beliau harus memanggil: “Ya Rasulullah”, “Ya Nabiyullah”, “Ya Habibullah” dan sebagainya.
Antara cara menghormati dan memuliakan Rasulullah SAW adalah tidak mendahului beliau saat berbicara dan tidak meninggikan suara. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Surah Al-Hujurat: 1)

Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana kerasnya suara sebagian dari kamu kepada sebagian yang lain, sehingga tidak terhapus pahala amalan kamusedangkan kamu tidak menyadarinya. (Surah Al-Hujurat: 2)
Sesungguhnya orang-orang merendahkan suara di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka untuk bertaqwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. “(Surah Al-Hujurat: 3)
Menghormati dan memuliakan Nabi harus terus berlanjut sampai setelah wafatnya beliau. Seseorang Muslim tidak boleh mengangkat suara di dalam Masjid an-Nabawi atau di sisi maqam beliau. Seseorang muslim wajib sopan, rajin dan redha ketika mendengar hadits beliau yang mulia. Seseorang muslim tidak akan  menafi atau menentang hadis beliau dengan pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran yang karut dan menyesatkan. Jika seseorang muslim itu mendengar: “Qala Rasulullah SAW (Sabda Rasulullah SAW)”, biarkan dia memahami bahawa sabda beliau tidak boleh  dibohongi oleh manusia. Jadi ia tidak  akan ditentang, bahkan harus didengar, dipahami dan diamalkan.

3. Keras menghindarkan apa-apa yang boleh  menyakiti Rasulullah Nabi SAW apakah sedikit atau banyak. Menyakiti Rasulullah SAW adalah haram dan berdosa. Bahkan, menyakitinya dapat menyebabkan seseorang keluar dari Islam.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya) tetapi jika kamu diundang, maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), mintalah dari balik layar.

Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak dapat kamu menyakiti hati Rasulullah dan tidak pula menikahi isteri-isterinya sesudah ia wafat selamanya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar dosanya di sisi Allah (QS. Al Ahzab: 53)

Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: Nabi mempercayai semua apa yang didenganya. Katakanlah: Ia percaya semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, percaya orang-orang mukmin dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. “(Surah At-Taubah: 61)
Termasuk dalam pengertian menyakiti Rasulullah SAW adalah penghinaan atau mencerca para istri beliau yang mulia. Isteri-isteri Rasulullah adalah “Ibu Orang-Orang Yang Beriman”. Begitu juga, dianggap menyakiti Rasulullah, jika seseorang menghina atau mencerca “Ahl al-Bait” beliau.

4. Membaca salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمرا أن يكون لهم الخيرة من أمرهم ومن يعص الله ورسوله فقد ضل ضلالا مبينا)
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu kepada Nabi dan ucaplah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (Surah Al-Ahzab: 56)
———————-

No comments:

Post a Comment